Pengembangan Pariwisata Daerah Kabupaten Pemalang ( Radar Tegal 29/10/2013)
Widuri Tak Bersolek Lagi
Widuri..elok bagai rembulan ..oh sayang.. Kalimat itu mengingatkan kita pada sepenggal bait lagu Bop Tutupoli yang terkenal di era 70an. Tentu kita tidak akan membicarakan lagu Widuri, melainkan Widuri yang sudah dikenal sebagai tempat obeyk wisata pantai khususnya daerah Pemalang dan sekitarnya, masihkah elok bagai keindahan rembulan di malam hari ? Berbicara mengenai Widuri kita akan menemukan kawasan Pantai yang indah dan teduh, dengan naungan vegetasi berupa pohon-pohon besar berumur ratusan tahun dan sunset yang menawan. Jarang kita menemukan pantai dengan kerimbunan seperti di Widuri. Di lengkapi dengan waterpark yang , seakan melengkapi tren sekitar tahun 2008an, dimana banyak pihak kepincut untuk membangun waterpark. Tren tersebut membuat waterpark atau waterboom menjamur dimana-mana, baik yang dimiliki oleh pemerintah maupun swasta. Terlepas dari segala hiruk pikuk tersebut diawal niat baiknya adalah dilandasi semangat memajukan pariwisata di daerah dengan mengembangkan obyek wisata yang ada. Dengan melihat kondisi sekarang pertanyaannya adalah What’s next ? Pariwisata berasal dari bahasa Sansekerta , pari yang berarti “banyak atau berkeliling” wisata yang berarti “ bepergian”, (suwena,2010) dapat dikatakan bahwa pariwisata merupakan aktivitas orang bekeliling atau bepergian ke suatu tempat. Dalam pembangunan ekonomi pariwisata sering disebut “pasport to development”, “invisible export” (pitana,2002) yang berarti bahwa pariwisata merupakan unsur penting pembangunan ekonomi suatu negara atau daerah. Dalam UU No.10/2009 tentang Kepariwisataan jelas dikatakan bahwa pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata dan didukung oleh berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan masyarakat, pengusaha, pemerintah dan pemerintah daerah. Pengembangan obyek wisata didaerah tidak lepas dari tiga pilar utama yaitu masyarakat, swasta dan pemerintah. Kita dapat melihat bahwa banyak daerah memiliki potensi wisata baik berupa obyek wisata maupun atraksi wisata yang belum dimanage dan digarap dengan baik sehingga mempunyai nilai jual ekonomi yang menguntungkan dan berkesinambungan serta berwawasan lingkungan . Aspek kepariwisataan tersebut tidak lepas dari subsistem lainnya seperti politik, ekonomi, sosial budaya, fasilitas, peraturan daerah dan lainnya, dalam hubungan saling ketergantungan dan saling terkait (interconnectedness). Dalam pembangunan pariwisata di daerah dibutuhkan peranan dan kemauan pemerintah daerah dalam hal ini kesiapan atas regulasi dan pengembangan SDM pariwisata yang mumpuni untuk dapat mengelola suatu obyek wisata yang sudah dibangun dengan dengan dana APBD yang notabene merupakan dana dari masyarakat. Selama ini banyak pengelolaan pariwisata didaerah yang tumpang tindih yang disebabkan oleh kegiatan pengelolaan yang “setengah hati” maupun kepentingan-kepentingan minor sehingga potensi yang ada tidak dapat digali secara maksimal. Banyak daerah yang sadar dan segera bangkit untuk melakukan pembenahan pengolaan obyek wisata setelah menyadari bahwa obyek wisata yang dulu susah payah dibangun sekarang mati suri. Jangankan untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah maupun meningkatkan perekonomian masyarakat sekitarnya, untuk menghidupi diri sendiripun obyek wisata di daerah tersebut banyak yang setengah tiang. Dalam pengelolaan suatu obyek wisata, kita tidak bisa hanya mengandalkan dinas atau instansi terkait saja, karena kita menyadari bahwa dalam birokrasi banyak keterbatasaan dan ketidakleluasaan untuk mengembangkan suatu bisnis yang profesional dan berdaya saing. Jalan yang terbaik dalam pengelolaan obyek wisata yang merupakan aset daerah adalah pihak pemerintah daerah menggandeng pihak ketiga, baik itu swasta maupun perusahaan daerah (perusda) untuk dapat mengelola suatu potensi wisata menjadi lebih baik. Template pengelolaan aset daerah berupa obyek wisata itu dapat melalui system BOT ( build, operating, transfer) atau lebih dikenal dengan Bangun Guna Serah (BGS), dimana pihak ketiga atau swasta dapat mengelola suatu obyek wisata dalam jangka waktu tertentu, dengan bagi hasil yang telah disepakati dan setelah jangka waktu pengelolaan berakhir, aset yang ada akan diserahkan kembali kepada pemerintah daerah. Ada sisi menguntungkan dan sisi negatif dari model pengelolaan BOT ini. Menguntungkannya adalah bahwa pemerintah daerah tidak perlu repot untuk mengurus aset obyek wisata yang dimilikinya karena sudah “diserahkan” kepada pihak ketiga. Namun ada sisi negatifnya yaitu, bahwa kearifan lokal yang kadang terabaikan dan terkadang permasalahan yang timbul selama jangka waktu BOT tersebut merupakan hal yang kontraproduktif dari sisi income maupun profesional. Belum lagi banyak contoh bahwa setelah jangka waktu BOT berakhir, pihak pemerintah daerah selaku pemilik aset hanya mendapat residu dari operasional maupun kerusakan fisik dan membutuhkan biaya perbaikan yang tidak sedikit untuk recovery. Model pengelolaan lainnya adalah dengan melibatkan pihak ketiga lainnya yaitu Perusda. Perusda sebagai perusahaan swastanya daerah perlu diberi kesempatan untuk dapat berkembang sebagai suatu pioner daya saing daerah yang notabene akan memajukan perekonomian masyarakat dan menambah Pendapatan Asli Daerah. Beberapa daerah ditanah air sukses melakukan model pengelolaan obyek wisata oleh Perusda, misalnya Kabupaten Purbalingga dengan Obyek Wisata Owabong-nya, dan contoh skala nasionalnya adalah Taman Impian Jaya Ancol. Model pengelolaan ini pemerintah daerah memisahkan aset kekayaan daerah yang berupa obyek wisata melalui penyertaan modal ke Perusda. Melalui penyertaan modal pemerintah daerah masih selaku pemilik atas aset obyek wisata hanya menyerahkan wewenang untuk pengelolaan yang lebih profesional ke perusda. Perusda yang diberi wewenang atas penyertaan modal ini dapat merupakan perusda yang baru ataupun perusda yang sudah ada dan memiliki bidang usaha pariwisata. Perusda selanjutnya sesuai Kepmendagri dan Otda No. 43 Tahun 2000 dapat membuka kerjasama joint operation atau joint venture dengan pihak swasta dalam pengelolaan obyek wisata, secara teknis dapat membentuk suatu Perseroan Terbatas (PT) dimana saham mayoritas masih dimiliki oleh Pemerintah Daerah dalam hal ini melalui Perusda selaku pemilik aset obyek Wisata. Banyak hal menguntungkan dengan model pengelolaan ini, dimana kontrol atas aset masih bisa dilakukan, namun sisi akuntabilitas dan profesionaltitas pun dapat ddipertanggungjawabkan. Pemalang yang memiliki aset sangat berharga yaitu Obyek Wisata Pantai Widuri perlu segera berbenah agar menjadi suatu industri pariwisata yang sehat, berdaya saing , tidak membebani APBD dan menjadi kebanggaan dan menimbulkan multiplier effect ekonomi bagi masyarakat. Pemerintah disini berperan menyiapkan opsi regulasi dan model pengelolaan terbaik yang dapat menjadikan Widuri sebagai cluster wisata terbaik, sehingga akan mengangkat potensi wisata lainnya. Dengan pengelolaan yang profesional, Widuri akan memliliki faktor pendorong (push factor) dan faktor penarik (pull factor) bagi Pemalang sebagai salah satu destinasi wisata. Jika dikelola secara profesional tentunya masyarakat akan mengalami metamorfose dalam berbagai aspeknya. Di sisi ekonomi jelas secara langsung ataupun tidak langsung masyarakat akan menikmatinya, tetapi interaksi yang bersifat intesif dan akumulatif antara wisatawan dan masyarakat setempat dapat menimbulkan dampak perubahan sosial budaya baik bersifat positif maupun negatif. Untuk itu menjadi tanggung jawab bersama atas kesiapan kita jika sudah bertekad untuk menjadikan Pemalang yang berdaya saing salah satunya melalui industri Pariwisata. Kita dapat melakukan diversifikasi dan modifikasi sebagai bentuk solusi atas kondisi Widuri sekarang ini. Diversifikasi dan modifikasi serta packaging disini berhubungan dengan tema wisata yang dibangun harus “branding ” yang unik yang bernilai khas dibandingkan obyek wisata di daerah lain dan juga di lah dengan sajian atraksi wisata maupun explorasi kuliner yang menarik. Secara geografis kabupaten Pemalang sangat diuntungkan karena berada di wilayah Pantura yang merupakan akses utama perekonomian dimana sarana prasarana akses ke obyek Wisata Pantai Widuri sudah tersedia. Dengan demikian impian Pemalang yang berdaya saing akan dapat diakselerasi secara nyata. Widuri ..indah bagai lukisan…oh sayang.
Pemalang, 23 Oktober 2013
Yunan Padmowiyoto
Pemerhati Pariwisata
Tinggal di Pemalang